SULBAR-KABARTA.COM, MAMUJU – Penolakan aktivitas pertambangan pasir di wilayah Kalukku, Karossa, dan Tubo, Sulawesi Barat, terus mengemuka turut menuai reaksi dari Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Mamuju.
Ketua DPC PERMAHI Cabang Mamuju, Wahyullah Arif, turut menyuarakan keresahan masyarakat lokal yang terdampak, khususnya di Desa Kalukku Barat, Kecamatan Kalukku.
Sebagai warga asli desa tersebut, Wahyullah menilai dampak dari aktivitas tambang pasir tidak hanya mengancam aspek ekologis, tetapi juga perekonomian masyarakat, terutama para nelayan yang mendominasi penduduk desa.
“Ketika tambang berjalan di desa kami, otomatis berdampak pada longsoran pasir yang bisa memperbesar sungai. Selain itu, cairan dari alat berat seperti oli berpotensi mencemari sungai, sehingga hasil tangkap para nelayan akan menurun drastis,” ujar Wahyullah, Kamis (22/5/2025).
Ia menambahkan, sekitar 65-80 persen masyarakat Desa Kalukku Barat menggantungkan hidup sebagai nelayan. Kondisi ini dinilai sangat rentan terhadap pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas tambang.
Wahyullah pun meminta Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka, untuk mengambil langkah tegas dengan menghentikan seluruh aktivitas tambang pasir yang berdampak buruk di wilayah Sulbar.
“Saya harap Bapak Suhardi Duka selaku orang nomor satu di Sulawesi Barat dapat menghentikan semua aktivitas tambang, agar hal-hal yang tidak kita inginkan bisa dicegah,” tegasnya.
Terkait aksi unjuk rasa jilid III yang digelar kemarin, Wahyullah juga merespon pernyataan Wakil Gubernur Sulbar, Salim S. Mengga, yang menyatakan bahwa tidak ada lagi aktivitas tambang pasir di wilayah tersebut.
“Beliau menjanjikan akan turun langsung ke daerah terdampak dalam waktu dekat. Kami berharap janji tersebut benar-benar direalisasikan. Jika tidak, kami tidak segan turun kembali ke Kantor Gubernur sampai persoalan ini diselesaikan,” pungkas Wahyullah.(*)